Sehangat Kayu Lebang, Sejernih Air Bungung salapang, Sekuat Bata Lonjo Pemerintah Desa Bontorappo Hadir Untuk Kemajuan Desa Bontorappo

Artikel

Sepenggal Narasi Kehidupan Sosial Ekonomi Orang Bontorappo di Masa Silam

31 Juli 2025 08:37:21  IRSAINANTO  49 Kali Dibaca 

Sepenggal Narasi Kehidupan Sosial Ekonomi Orang Bontorappo di Masa Silam

Tahun 1971 adalah masa memilukan orang Bontorappo. Kala itu, kehidupan sangat sulit. Orang Bontorappo hanya mengandalkan hasil pertanian dari kebun dan sawah. Wilayah Bontorappo dilanda musim pacceklik. Orang Bontorappo menyebutnya a’lonjo timoro  (Musim kemarau berkepanjangan). Hal ini mengakibatkan gagal panen, sehingga orang Bontorappo kesulitan mendapatkan makanan. Kondisi ini sangat memilukan dan memprihatinkan. Sebagian warga, untuk bertahan hidup mereka mencari daun yang diperkiraikan tidak beracun, lalu dimasak buat dimakan. Musim paceklik berlangsung kurang lebih 3 tahun, dari tahun 1971 - 1973.

Bertumpu pada kisah, beberapa warga Bontorappo pergi ke Bantaeng menjadi buruh tani, membantu pemilik lahan memotong padi, kemudian mendapatkan upah dari hasil kerjanya. Inilah salah satu cara bertahan hidup, untuk melangsungkan keberlanjutan hidup dan kehidupan. Suatu ujian yang luar biasa dan alhamdulillah semuanya terlewati. Oleh karena itu, seringkali terdengar ungkapan dari mereka, bahwa riolo innamae sanna paccena tallasaka (dulu kehidupan ini sangat menyedihkan).

Ketika musim  a’lonjoki baraka, kelaparan terjadi dimana-mana. Orangtua tak kuasa menahan jeritan anak-anak mereka. Isak tangis orangtua yang tak berujung melihat dan mendengar rintihan anak-anak mereka. Namun, apa pun itu kehidupan ini akan terus berlanjut, meskipun penuh dengan air mata. Mentalitas dan semangat juang adalah pondasi yang harus utuh, untuk keberlanjutan hidup. Penduduk Bontorappo kala itu sangat rukun,  sehingga mereka saling asuh, menyemangati satu sama lain, untuk membentuk keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat.

Dari peristiwa ini, orang Bontorappo yang masih hidup sampai saat ini, yang merupakan saksi hidup dari peristiwa itu, selalu memberikan pesan, bahwa sepahit apa pun kehidupan ini, kita sebagai manusia jangan pernah berhenti berpikir dan bertindak, lakukan yang terbaik pada masamu untuk dirimu, untuk keluargamu dan untuk kampung halamanmu. Agar mampu bertahan hidup dalam kondisi terpaan badai, sabar dan ikhlas adaalah senjata ampuh, untuk menghadapinya sembari bertawakkal kepada Zat yang telah menciptakan kita.

Usai musim kemarau berkepanjangan (a’lonjo timoro) berakhir pada tahun 1973, kondisi sosial sudah mulai normal. Aktivitas orang Bontorappo berjalan seperti biasanya. Menjelang musim tanam, orang Bontorappo menyiapkan perlengkapan untuk keperluan menanam, seperti bibit jagung, bibit padi, dan alat pengolahan tanah.

Kembali dikisahkan, bahwa orang tua kita dulu menanam bibit yang mereka cipta sendiri. Alat pengolahan lahan pun masih sederha. Mereka menggarap lahan dengan menggunakan nangkala dan salaga. Nangkala adalah alat pengolahan tanah, untuk lahan sawah yang terbuat dari kayu dan besi. Alat sederhana ini dicipta sendiri, kemudian ditarik oleh tedong (kerbau), ada juga yang menggunakan kuda. Proses ini berlangsung lama, karena gerak kerbau/sapi tidak cepat seperti handtraktor.

Untuk pengolahan kebun, agar tanaman jagung tumbuh dan subur, orang Bontorappo mengola kebun mereka dengan menggunakan linggis. Proses penggemburan tanah ini disebut angngokka. Tindakan angngokka adalah cara penggemburan tanah dengan menggunakan linggis. Dalam kegiatan angngokka, orang bontorappo biasa saling membantu satu sama lain. Laku demikian, biasa disebut a’rolloeng serupa satu kegiatan gotong-royong.

A’rolloeng perlu dilestarikan karena hal demikian akan menciptakan kerukunan dan memupuk semangat kebersamaan. Pada masa lalu, pestisda belum ada untuk menghilangkan gulma/rumput  pada tanaman. Orang Bontorappo menggunakan alat tradisional yang mereka sebut sangko (sabit). Sangko adalah alat yang digunakan untuk mencabut rumput, biasanya mereka saling membantu satu sama lain.

Pascapanen orang Bontorappo mengangkut hasil panen mereka dengan menggunakan alat tradisional yang biasa disebut patteke. Moda transportasi patteke merupakan alat pengangkut padi, dengan menggunakan kamboti (tempat padi yang terbuat dari daun lontar) yang kemudian diangkut memakai kuda.

Kebiasaan orang kampung pascapanen, lumrah menyimpan padi/jagung untuk persiapan keperluan makanan. Orang Bontorappo mengikat padi (abasse), kemudian menyimpan di atas rumah (pammangkkang). Tujuannya, agar padi mereka aman dari tikus dan pencuri. Begitu pun hasil panen jagung, orang Bontorappo menyebutnya angngepong. Tindakan angngepong adalah merapikan dan mengikat jagung, kemudian menyimpan di tempat yang aman. Nanti akan diambil kembali, manakala saat persiapan makanan telah habis.

Orang Bontorappo pada masa itu menggunakan kaki, menginjak-nginjak dan menumbuk, allessoro/addengka, untuk memisahkan kulit padi menjadi beras. Proses ini memakan waktu cukup lama, tetapi mereka bersemangat melakukan itu, karena biasanya ibu-ibu saling membantu satu sama lain.

Sedangkan untuk pengolahan jagung, orang Bontorappo biasanya a’lolisi, nama alatnya lolisang. Bentuk Lolisang semacam alat giling buat pengelohan jagung/padi, untuk proses pemisahan kulit padi menjadi beras, sementara untuk jagung proses memecahkan biji jagung menjadi kecil berkeping-keping, menjadi beras jagung, yang nantinya akan dimasak menjadi nasi jagung (kanre baddo).

Dari proses itu, kita bisa membayangkan betapa besar perjuangan mereka, demi bertahan hidup. Sering kita dengar ungkapan dari orang tua, bahwa ikau intu baji ngasengmi pakkakasa’nu annenne. Maknanya, kehidupan kamu hari ini tidak seperti kehidupan kami dahulu yang serba sulit. Masa era modernisasi semuanya serba mudah yang tidak mengandalkan kekuatan.

Dari perjalanan panjang masa lalu, kita bisa belajar bahwa dalam kondisi sulit apa pun, kita bisa bertahan hidup, apabila hati dan pikiran kita dilandasi dengan semangat dan keyakinan serta kerja keras tentunya. Suasana yang demikian akan tercipta, bilamana kita senantiasa selalu menghamba dengan cara bersyukur kepada Sang Pencipta kehidupan.

Kirim Komentar


Nama
No. Hp
E-mail
Isi Pesan
  CAPTCHA Image  
 

 Menu Kategori

 Statistik

 Arsip Artikel

31 Juli 2025 | 49 Kali
Sepenggal Narasi Kehidupan Sosial Ekonomi Orang Bontorappo di Masa Silam
05 Juli 2025 | 106 Kali
Selayang Pandang Desa Bontorappo
05 Juli 2025 | 92 Kali
Mitologi Tupano
05 Juli 2025 | 76 Kali
Kayu Lebang
27 Februari 2025 | 225 Kali
Dari Sopir Siiaga Menjadi TNI
22 Desember 2024 | 237 Kali
PERATURAN DESA TENTANG APBDES TAHUN 2022
22 Desember 2024 | 267 Kali
PROFIL BPD DESA
21 Desember 2024 | 600 Kali
PROFIL DESA
22 Desember 2024 | 353 Kali
SEJARAH DESA
22 Desember 2024 | 350 Kali
PROGRAM KERJA
22 Desember 2024 | 349 Kali
PROFIL APARATUR DESA
22 Desember 2024 | 302 Kali
VISI DAN MISI
22 Desember 2024 | 267 Kali
PROFIL BPD DESA
22 Desember 2024 | 237 Kali
PERATURAN DESA TENTANG APBDES TAHUN 2022
22 Desember 2024 | 350 Kali
PROGRAM KERJA
21 Desember 2024 | 600 Kali
PROFIL DESA
22 Desember 2024 | 353 Kali
SEJARAH DESA
22 Desember 2024 | 237 Kali
PERATURAN DESA TENTANG APBDES TAHUN 2022
05 Juli 2025 | 76 Kali
Kayu Lebang
31 Juli 2025 | 49 Kali
Sepenggal Narasi Kehidupan Sosial Ekonomi Orang Bontorappo di Masa Silam
05 Juli 2025 | 106 Kali
Selayang Pandang Desa Bontorappo

 Agenda

Belum ada agenda

 Sinergi Program

 Pemerintah Desa

 Komentar

 Media Sosial

 Peta Wilayah Desa

 Peta Lokasi Kantor


Kantor Desa
Alamat : Desa Bontorappo Kecamatan Tarowang Kabupaten Jeneponto
Desa : Bontorappo
Kecamatan : Tarowang
Kabupaten : Jeneponto
Kodepos :
Telepon :
Email :

 Statistik Pengunjung

  • Hari ini:31
    Kemarin:131
    Total Pengunjung:18.194
    Sistem Operasi:Unknown Platform
    IP Address:216.73.216.131
    Browser:Mozilla 5.0